Selasa, 29 Juni 2010

Sebuah Kisah Tentang Kehidupan



Alkisah di suatu desa di tepi hutan tinggal seorang kakek tua dengan putra tunggalnya. Mereka hidup dari beternak kuda yang diambil susu dan dagingnya. Sang putra kerjanya sehari-hari menggembalakan beberapa ekor kuda yang mereka miliki ke padang rumput.

Suatu hari seperti biasa putranya membawa kuda-kuda merumput ke lapangan. Karena kelelahan dia tertidur di bawah sebatang pohon rimbun. Saat terbangun, dia terkejut karena dia mendapati kuda-kudanya tidak di lapangan lagi, tetapi entah hilang ke mana. Dia mencari-cari mereka, tetapi berakhir dengan sia-sia. Akhirnya, dengan langkah gontai, dia pulang ke rumah.

Berita kakek tua kehilangan kuda-kuda peliharaannya membuat gempar desa kecil tersebut. Para tetangga segera berdatangan menyatakan duka mendalam atas kemalangan yang menimpa keluarga kakek itu. Seorang tetangga sambil menenangkan kakek tua berkata, “Sungguh malang nasibmu, Pak Tua. Semua kudamu telah tiada. Sia-sia jerih payahmu selama ini. Sungguh malang nasibmu.”

Kakek tua terdiam sejenak, lalu menjawab, “Saya tidak merasa kemalangan, hal ini biasa saja. Semua ini hanya bagian dari kehidupan.”

Para tetangga bingung dengan tanggapan kakek tua, dan merasa kasihan karena dia mungkin hanya sekedar menghibur diri. Lalu mereka semua meninggalkan keluarga kakek tua untuk memberikan kesempatan kepadanya untuk menenangkan diri.

Beberapa hari berlalu. Dan suatu pagi, terjadi kegemparan. Ternyata pada malam sebelumnya kuda-kuda kakek tua kembali lagi ke kandangnya. Dan bersama dengan mereka ikut segerombolan kuda liar dari hutan. Dalam sekejap mata kakek tua memiliki banyak kuda.

Berita ini kembali menggemparkan seisi desa. Para tetangga datang memberikan selamat atas keberuntungan ini. Semua memuji bahwa nasib kakek semakin baik di hari tuanya. Mereka berucap, “Sungguh beruntung nasibmu, Pak Tua. Sekarang kamu memiliki kuda paling banyak dan menjadi orang paling kaya di desa kita.” Kakek tua hanya menggelengkan kepala sambil menjawab, “Saya merasa biasa-biasa saja. Ini hanya sekedar satu peristiwa dalam hidup saya. Semua ini hanya bagian dari kehidupan.”

Para tetangga semakin bingung dengan sikap kakek tua yang agak aneh itu. Mereka menganggapnya orang yang tidak tahu bersyukur dalam hidup. Lalu mereka meninggalkan kakek tua yang semakin membingungkan mereka itu.

Beberapa hari berlalu. Seperti biasa, putra kakek tua secara berkala mencari kayu bakar di hutan untuk keperluan memasak. Pagi-pagi putranya berangkat ke hutan, dan sesampainya di sana, mulai menebang pohon untuk mengambil batang kayunya. Karena kurang hati-hati, suatu ketika kapak yang dia ayunkan ke batang pohon meleset dan menebas kaki kanannya. Kakinya mengalami pendarahan dan luka yang parah. Dia akhirnya diselamatkan oleh penduduk desa yang kebetulan lewat.

Berita tentang kecelakaan putra kakek tua kembali menggemparkan desa. Beramai-ramai mereka datang ke rumah kakek tua untuk membesuk putranya. Mereka merasa kasihan dan berusaha menghibur kakek tua karena putranya bakal menderita cacat seumur hidup. “Sungguh malang nasibmu, Pak Tua. Putra satu-satumu sekarang cacat. Siapa lagi sekarang yang membantu dan menjagamu?” Kakek tua hanya diam membisu, tertegun merenung, lalu menjawab, “Bagi saya ini hal yang biasa. Demikianlah yang seharusnya terjadi. Semua ini hanya bagian dari kehidupan.”

Para tetangga semakin bingung dengan jawaban kakek tua. Kali ini mereka menganggap kakek tua ini bukan saja orang yang aneh, tetapi mungkin sudah hampir gila. Lalu, mereka tanpa banyak bicara meninggalkan kakek yang mereka anggap lain dari biasa itu.

Beberapa hari berlalu. Suatu hari desa itu kedatangan tentara kerajaan yang sedang mencari pemuda-pemuda sehat untuk diikutsertakan berperang karena kerajaan sedang diserang musuh. Semua pemuda yang sehat dari desa itu diambil paksa untuk ikut kewajiban membela kerajaan. Berhubung putra kakek tua cacat maka dia tidak ikut dibawa pergi. Maka kakek tua tetap dapat hidup tenang di masa tuanya dengan ditemani putra tunggalnya.

Cerita di atas memberikan inspirasi kepada kita tentang hakekat kehidupan. Jika Anda pernah mendengar atau membaca sebelumnya, biarlah cerita ini mengingatkan Anda kembali untuk menghayati hidup dengan cara yang baru.

Moral cerita di atas begitu sederhana. Hidup ini penuh dengan serangkaian peristiwa yang datang silih berganti. Ada yang kita sukai dan menyenangkan kita, ada yang tidak kita sukai dan mengantarkan penderitaan bagi kita. Begitulah kehidupan, dipenuhi dengan peristiwa-peristiwa yang terkadang memberi keberuntungan, terkadang membawa kemalangan. Dan dengan cara demikianlah kita memberi label atas peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup.

Moral yang lain, ketika kemalangan datang menghampiri, kita tidak perlu terlalu bersedih hati. Tersenyumlah, mungkin saja keberuntungan sedang dalam perjalanan mengunjungi kita. Dan ketika keberuntungan mengetuk di pintu kehidupan, kita tidak perlu merasa senang dan bahagia berlebihan. Siapkanlah hati, mungkin saja kemalangan sedang mengintai, menunggu saat lengah untuk menerkam kita.

Kisah di atas sangat mempengaruhi cara pandang saya terhadap kehidupan. Saya berharap hal yang sama terjadi terhadap Anda juga. Semoga.

Penulis adalah trainer pengembangan diri tinggal di Jakarta, dapat dihubungi di www.gimhok.com

Sabtu, 19 Juni 2010

Tabasumuka fi wajhi akhika shodadoh

subhanallah...
mereka tersenyum...
meraka bahagia...
mereka tertawa..
indahnya melihat mereka tersenyum lebih indah jika kita ikut tersenyum....^o^





















sebuah keindahan jika kita saling tersenyum..
hal yang kecil ini sangat berarti untuk mereka..
tabasumuka fi wajhi akhika shodaqoh..
"tersenyum dihadapan saudaramu adalah shodaqoh"

Minggu, 06 Juni 2010

terima karena karena kau mencintaiku



pesona senyummu pancarkan kilau cintamu
alunan langkahmu tegarkan pribadimu
cahaya matamu tepikan cintaku sedalam kalbu
sisi lain hidupmu indahkan duniaku

apakah ini anugerah Allah untukku
atau bidadari yang telah lama kutunggu
karena dirimu pancarkan semua itu
aku yakin dirimu adalah bidadari itu

terima karena karena kau mencintaiku

Kamis, 03 Juni 2010

Ketika tajamnya sebuah PAKU yang mampu melubangi sebuah PAPAN



Suatu hari ada seorang anak kecil yang berusia 7 tahun . ia bernama Adik .
Adik sangat sayang sekali dengan Neneknya, hal sekecil apa pun ia selalu menceritakannya kepada Neneknya. Hingga suatu hari ketika Adik bertengkar dengan temannya di sekolah, ketika sesampainya di rumah, Adik langsung memanggil Neneknya
“Neneeeeek . .” panggil si Adik,
“Iya Nak” Jawab si Nenek . .
Si Nenek pun bertanya kepada si Adik “ada apa Nak, ko kelihatannya kesal sekali . . apa ada masalah di sekolah ?”
“Iya Nenek, Adik kesal sama temen di sekolah . . Tadi dia fitnah Adik sampai Guru marah, Uuuuhhh” Timpal si Adik dengan nada kesal .
Si Nenek hanya tersenyum dan kemudian Si Nenek pun menuju gudang untuk mencari sesuatu . .
“Nenek mau kemana ? Adik kan lagi kesel “ Tanya si Adik .
Lalu si Nenek memberi sebuah Papan dan Paku kepada si Adik, Adik pun bingung dan bertanya “Untuk apa papan ini Nek ?”
“Jika Kamu sedang kesal sama teman atau siapa pun, kamu tancapkan paku ini ke papan yang Nenek kasih” jawab si Ibu .
“Tapi untuk apa Nenek ?” Tanya si Adik dengan memasang raut wajah penuh Tanya .
Nenek pun tersenyum dan betkata “Sudah, tancapkan saja paku itu kalo kamu lagi kesel, tetapi ingat, kamu ga boleh marah sama orang itu . Ok ?!”
“Baiklah” Timpal si Adik .


Kemudian Adik pun mengikuti apa yang di katakan sama Nenek nya, setiap Ia kesal, marah, dan sakit hati ia bergegas mengambil paku dan menancapkannya ke papan yang pernah Nenek nya kasih.

Suatu hari ketika papan itu sudah penuh dengan paku, Adik langsung memberitahu Nenek nya . .
“Nek, papannya sudah penuh dengan paku”,
“Coba kamu cabut paku-paku itu semua . .” jawab si Nenek . .
“Tapi untuk apa Nek ? Kan susah cabutnya” Jawab Adik dengan nada mengeluh .
“Sudah lakukan saja” Jawab si Nenek sambil tersenyum . .

lalu Adik pun mencabut semua paku yang selama ini ia tancapkan sebelumnya . .
dengan susah payah 1 demi 1 dicabutnya . . walau pun dalam hati penuh Tanya apa maksud dari semuanya . .

setelah Adik berhasil mencabut semua paku ia pun bergegas menemui Nenek nya . .
“Nek, pakunya sudah aku cabut semua . .” teriak si Adik.
Nenek pun bertanya kepada Adik “Susah ga cabut pakunya ?”
“Iya Nek, susah banget . “. Jawab si Adik .

Kemudian Nenek pun berkata . .
Kamu tau nak apa yang kamu dapat setelah kamu mengerjakan itu semua ?
Adik pun menggelengkan kepalanya.
Coba kamu lihat lubang di papan itu, betapa banyak sekali lubang lubang disana .
Kamu bayangkan jika papan itu adalah hati dan paku adalah ucapanMu yang mampu melubangi hati orang lain .

Kamu dengan susah payah mencabut paku itu sama halnya dengan sulitnya meminta maaf .
Ketika kamu sudah meminta maaf namun lubang-lubang itu akan selalu ada, dengan kata lain luka di hati tersebut akan terus membekas walau pun kamu sudah meminta maaf .
Jadi jika kamu kesal, jangan pernah berkata-kata yang kasar terhadap orang itu atau membalasnya dengan kemarahan.
Api tidak bisa di lawan dengan api .
Ingat, memaafkan lebih bai dari pada meminta maaf .
Adik pun tersenyum dan langsung memeluk Nenek sambil mengucap kan terimakasih .

(http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4285649)